Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 10 Desember 2009

Tanggung Jawab Pengacara terhadap Klien Buron

Sejak lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 keberadaan pengacara semakin terlegetimasi, dimana pengacara disamakan dengan penegak hukum, dan sebagai porofesi “Oficum Nobile,” artinya profesi yang tehormat, oleh karenanya pengacara mempunyai tugas untuk menjujung tinggi hukum serta menegakkan keadilan. Tapi disisi lain pengacara mempunyai hak imunitas, hak yang tidak dapat dituntut Pidana maupun Perdata. Bagaimana jika pengacara tidak memberitahukan keberadaan kliennya yang setatusnya buron? Dan bagaimana dengan tanggung jawab pengacara sebagai penegak hukum?

Egie Sodjana
Kongres Advokat Indonesia (KAI)

Sebagaimana yang telah diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka pengacara atau siapa saja yang berani menjamin klien atau orang yang dalam proses hukum, ketika waktu itu masih diketahui keberadaanya, maka mereka yang menjaminkan dirinya harus dimintai pertanggung jawaban, kalau kliennya ternyata orang yang tersangkut hukum ini melarikan diri, kenapa? Ya. karena mereka telah komitmen untuk menjaminkan dirinya, oleh karena itulah logikanya sanggat sederhana, contohnya misalnya kasus-kasus baru ini, Bibit-Chadra, diamana banyak tokoh-tokoh yang mau menjaminkan dirinya supaya Bibit-Chandra di berikan penangguhan penahanan. Misal, logikanya ketika yang tersangkut hukum itu kemudian melarikan diri, maka orang-orang yang menjaminkan dirinya wajib bertanggung jawab sesuai dengan ucapannya, dan bisa dilakukan penahanan atas dirinya, hal ini sesui dengan kontek pertanggung jawaban dalam penangguhan penahanan.

Dalam konteks proses penyidikan, apabila klien tadi melarikan diri, maka pengacara tidak bisa dengan serta merta dimintai pertangung jawaban, karena tidak mungkin juga pengacara mengetahui dimana kliennya berada, hal ini juga disebabkan pengacaranya kurang kooperatif terhadap klien, yang kemudian tiba-tiba menghilang. Jadi memang pada dasarnya penjaminan itu tanggung jawab logis pengacara, ketika berani menjaminkan diri, dan ini menyebabkan pengacara dapat dilakukan penahanan, “itulah tanggung jawab pengacara karena berani-beranai menjamin,” ungkap Egie Sodjana. Tapi ada juga yang diberi waktu sekian hari, atau sekian minggu untuk mencari dimana keberadaan kliennya.

Persoalan penahanan pengacara, tidak bisa dikaitkan dengan konteks hak imunitas yang dimiliki oleh pengacara, dengan alasan karena terkait dengan proses penjaminan atas kliennya, kita bisa lihat sebenarnya apa itu diskripsi penjaminan, sehingga jelas tanggung jawabnya, makanya kalau klien ini kabur “Ya ia diatahan, wong kliennya kabur,” jadi tidak benar kalau hak imunitas dipakai untuk melepaskan tanggug jawab penjaminan ini, kalau hak imunitas dipakai dalam masalah seperti ini jelas menyalahi prosedur hukum yang ada, dan demikianlah logika hukumnya yang tepat.

Asumsi dalam proses penjaminan, selama kliennya diketahui masih ada dan diyakini tidak akan melarikan diri, maka pada waktu itu pengacara atau keleuarganya, biasanya menjaminkan dirinya, atas proses orang yang tersangkut hukum ketika masih berjalan, sehingga ini diyakini oleh polisi tidak akan melarikan diri, logika berikutnya ternyata klien ini melarikan diri, maka yang menjamin atas dirinya harus dilakukan penahanan. Karena sejak awa klien ini telah memberitahukan atau menginformasikan, terkait siapa-siapa saja yang menjainnya, oleh karenanya hal seperti ini harus diperhatikan betul oleh kepolisian khususnya penyidik.

Kalau dari awal pengacaranya tahu bahwa kliennya kabur, maka pengacara juga wajib melaporkan kliennya kepada polisi, dengan kondisi seperti ini maka nantinya pengacara akan mendapatkan keringanan dari polisi, karena telah memberitahukan bahwa ternyata kliennya kabur, sehingga dalam pencarian nantinya pengacara dan kepolisian bekerja sama untuk sama-sama mencari, dan mengejar keberadaan kliennya tersebut, Jadi tidak kemudian polisi serta-merta menahan pengacara tetap perlu melihat konteksnya.

Apa secara tertulis penjaminan itu? Jadi Prosesnya kan begini, dalam proses penjaminan itu harus tertulis, jadi gak bisa kalau tidak tertulis, makannya dari awal saya katakan pengacara dapat ditahan, karena dia berani menjamin kliennya yang tidak bener, ini konsekuensi logis pengacara ditahan karena berani menjamin, dan tidak mungkin pengacara menjamin kalau kliennya tidak ada.

Hak rahasia atas hubungan klien, tidak bisa dan tidak masuk dalam kasus seperti ini, karena sudah melanggar hukum yang lain, yaitu melarikan diri, makanya upaya yang bisa dilakukan adalah mengejar klienya, atau mencari tahu keberadaanya, ini salah satu bentuk dari konsekuensi logis pengacara, menurut Egie Sodjana “Logika kerahasiaan hubungan dengan klien itu, tidak bisa dijadikan tamen ketika kliennya tidak benar.” Sama juga dengan logika kerahasian bank yang mana nasabah dirahasiakan, tapi kalau korupsi dan money londring harus diungkap dan tidak ada alasan, dengan seperti ini saya mau katakana bahwa memang hukum itu harus jelas, dan kaku tapi tetap ada pengecualian-pengecualian begitu.

Deny Kailiman
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia

Profesi advokat itu kan profesi yang sangat terhormat, mandiri dan bertanggung jawab, artinya dia menjalankan tugasnya itu harus hormat kepada undang-undang, peraturan-peraturan dan kode etik. undang-undang mengatakan bahwa profesi adavokat dikatakan satu setatus. Berkaitan dengan klein yang menjadi buron “Apabila advokat- advokat itu menjadi kuasanya, nah ini yang menjadi masalah tersendiri,” kata Deny Kailiman. Apakah itu melanggar undang-undang? Karena undang-udang sudah mengatakan bahwa pejabat yang berwenang telah bertindak, dan menjalankan berdasarkan undang-undang, telah memanggil orang yang tersangkut hukum tetapi dia tidak datang, sehingga dinyatakan sebagai orang yang dicara/buron.



Kalau statusnya buron, berarti advokat itu tidak bisa mendapatkan kuasa dari dia, kecuali advokat mendapatkan kuasa sebelumnya, karena pekerjaan advokat adalah mendampinggi, memberi jasa hukum, berarti pekerjaan advokat membela hak atas kepentingan kliennya diluar ataupun didalam pengadilan. Jadi kalau secara perosedur advokat mendapatkan kuasa dari orang yang menjado buron tadi, maka advokat mempunyai suatu kewajiban untuk membawa kliennya tersebut menghadap ke kepolisian, dan klinnya harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, serta menjelaskan perkara hukum yang menyangkut padanya.

Konsturuksinya kalau sudah ada hubungan dengan kliennya, maka ada hubungan secara lisan maupun tertulis, dan hal ini sudah dalam kerangka masalah tindak pidana, artinya sudah ada hunbungan secara tertulis, sehingga tidak boleh tidak secara tertulis, jadi harus berbentuk surat kuasa, kalau tidak bisa memberikan surat kuasa, maka tidak bisa menjadi kuasa hukum, logika hukumnya begitu.

Dengan kasus yang semacam ini harusanya, advokat dimintakan pertanggung jawaban, dan pertanggung jawaban itu ada dua, yang pertama; Prtanggung jawaban profesi, terkait etis atau tidak etis, dan kedua; pertanggung jawaban hukum, bisa saja factor menghalang-halanggi, artinya advokat itu bisa diduga melakukan tindakan pidana menghalang-halanggi proses penyidikan, misalnya setelah advokat berbicara di depan public tentang kliennya yang menjadi buronan, maka yang memberikan setatus buronan, bisa melakukan somasi kepada advokatnya, untuk memintak klarifikasi dan menghadirkan kliennya tersebut dalam waktu sesuai dengan ketentuan undang-undang, karena advokat sudah bertindak untuk dan atasa nama klien, dan apabila hal untuk menghadirkan kliennya, maka advokat ini harus mundur. Jadi tidak serta merta kemudian advokat ini ditahan, jadi ada poses terlebih dahulu.

Prosenya adalah ada peringatan dari kepolisian karena advokat sudah bertindak untu dan atas nama, yang mana tadi kliennya bersetatus buron, sehingga ada proses peringatan, peringatan pertama sampai tiga kali, apabila tetap tidak memeberitahukan keberadaan klienya, kemudian berbicara terus menerus di public, maka perbuatan advokat ini disinyalir menghalang-halangi proses penyidikan, jadi bisa diambil tindakan hukum secara pidana berdasarkan pasal 218 Kitab Undang-undang Hukun Pidana. Dan ini tidak bisa dikaitkan dengan hak imunitas yang dimiliki oleh advokat yang ada didalam kode etik, untuk menjun-jung tinggi undang-undang, artinya kalau advokat ini ngomong atas kepentingan klaiennya saja, padahal kliennya sedang dicari, maka bukan dalam konteks imunitas itu, imunitas itu kan pada proses penegakan hukum, ini artinya bahwa perbuatan itu tidak taat kepada undang-undang.

Jadi dalam kondisi seperti ini, bukan berarti advokat tidak kooperatif justru kalau kurang kooperatif maka advokat seharusnya menggundurkan diri dari awal, kewajiban hukum yang harus dipertanggung jawabkan advokat adalah harus menjun-jung tinggi hukum, sehingga harus dihormati, jadi apabila kliennya tidak mau datang, seharusnya advokat menyampaikan dengan baik-baik atas panggilan itu, dan itu wujud dari sikap advokat yang bertangung jawab secara hukum, jadi teknisnya begitu.
Sebenarnya tugas advokat itu kan, menjelaskan kliennya harus datang ketika ada panggilan ke Polisian, dan menjelasakan apabila kliennya tidak datang maka ada sanksinya, karena itu adalah kewajiban hukum. “Jadi jangan bicara lagi untuk dan atas nama klienya, wong dia tidak mau datang” tegas kata Deny Kailimang. kesimpulan saya bahwa advokat harus menjun-jung tinggi undang-undang sebagai profesi advokat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Untuk Menuangkan Komentar Anda Sepuas-puasnya